Berita Update Terbaru
Berita  

Saatnya Negara Membela Pembela HAM, atau Terus Menyaksikan Penyiksaan yang Tak Berujung?

Saatnya Negara Membela Pembela HAM, atau Terus Menyaksikan Penyiksaan yang Tak Berujung?
Saatnya Negara Membela pembela ham, atau Terus Menyaksikan Penyiksaan yang Tak Berujung?

Dalam setiap demokrasi yang matang, selalu ada ruang, betapa pun sempit dan sunyinya, bagi mereka yang memilih bersuara saat mayoritas memilih diam. Mereka yang menyuarakan nurani, bukan karena jabatan, tetapi karena keberanian untuk menolak lupa dan menolak tunduk. Dalam lanskap Indonesia, merekalah yang kita kenal sebagai pembela hak asasi manusia (HAM). Namun, peran ini jarang membawa prestise, apalagi perlindungan. Menjadi pembela HAM di Indonesia bukan hanya berarti menantang kekuasaan, tetapi sering juga berarti menjadi target kriminalisasi, stigmatisasi, bahkan kekerasan. Dari nama-nama yang telah gugur seperti Munir Said Thalib, Marsinah, hingga Golfrid Siregar, hingga mereka yang masih bertahan hari ini. Semua menyisakan pertanyaan fundamental: Siapa yang membela para pembela HAM?

Infrastruktur Demokrasi yang Tak Terlindungi

Jika kita sepakati bahwa demokrasi tak semata tentang prosedur elektoral, tetapi juga tentang ruang kritis dan perlindungan terhadap keberanian sipil, maka pembela HAM adalah bagian dari infrastruktur demokrasi itu sendiri. Mereka hadir sebagai pengacara rakyat, jurnalis investigatif, aktivis lingkungan, pendamping korban kekerasan seksual, hingga pembela tanah adat. Perannya tak hanya sebagai katalis perubahan, tapi juga sebagai penyangga nilai konstitusional yang sering diabaikan negara. Namun ironinya, negara yang mestinya menjadi pelindung malah acap kali menjadi pengamat pasif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *