
Latar Belakang
Komisi III DPR RI bersama pemerintah tengah memikul beban berat dalam membahas Rancangan Undang-undang Penyesuaian Pidana. Salah satu poin kontroversial yang menjadi sorotan adalah aturan pencabutan hak keprofesian, yang diklaim dapat memberikan efek jera pada pelaku tindak pidana.
Fakta Penting
RUU ini mencuat setelah Badan Keahlian DPR membacakan ayat kunci di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (1/12/2025). Ayat 2 dari rancangan undang-undang ini menetapkan bahwa siapa pun yang melanggar hukum dalam konteks profesional dan menerima vonis hukuman dalam waktu dua tahun terakhir, berisiko kehilangan hak keprofesionalannya. “Pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf F,” demikian bunyi ayat tersebut.
Dampak
Langkah ini menuai reaksi beragam. Para pengamat hukum menilai, aturan ini dapat menjadi efektif dalam mencegah kejahatan ulang. Namun, sektorprofesional seperti dokter, pengacara, dan guru, khawatir akan dampak sosial dan ekonomi yang tidak terduga.
Penutup
RUU Penyesuaian Pidana, yang tengah dalam proses pembahasan, tidak hanya menjadi isu hukum semata, tetapi juga menyangkut keadilan dan dampak sosial yang luas. Bagaimana masyarakat melihat aturan ini? Apakah ini langkah maju atau malah menjadi batu sandungan? Hanya waktu yang akan memberikan jawaban.







