Berita Update Terbaru
Berita  

“Pola Konsumtif di Era Digital, Sebuah Peluang Pajak? Menyusutnya Tax Ratio Indonesia dalam Perbandingan ASEAN”

“Pola Konsumtif di Era Digital, Sebuah Peluang Pajak? Menyusutnya tax ratio Indonesia dalam Perbandingan ASEAN”

Latar Belakang
Pendapatan negara merupakan urat nadi pembangunan. Namun, meski ekonomi Indonesia terus tumbuh, tax ratio negara kita tetap stagnan di kisaran 9-10% selama lima tahun terakhir. Angka ini jauh dari target ideal 15% untuk negara berkembang, bahkan lebih rendah dibanding negara ASEAN seperti Thailand (14%) atau Vietnam (16%). Lebih mengkhawatirkan, negara-negara OECD dan Asia Pasifik memiliki tax ratio rata-rata 19-33%[1].
Transformasi digital telah mengubah wajah ekonomi Indonesia. Transaksi e-commerce, layanan on-demand, konten digital, bahkan aset kripto tumbuh dengan pesat. Namun, pertumbuhan ini belum sepenuhnya tercermin dalam penerimaan pajak.
Fakta Penting
Banyak potensi pajak digital yang masih lolos dari garapan pajak, baik secara formal maupun material. Kondisi ini menciptakan tax gap yang makin melebar seiring meningkatnya aktivitas ekonomi digital yang tidak tercatat (underground economy)[2].
Dampak
Situasi ini tidak hanya merugikan APBN, tetapi juga menghambat upaya percepatan pembangunan Indonesia. Kecenderungan tax gap yang semakin lebar menunjukkan bahwa ada perlunya perhatian khusus dari pemerintah terhadap sektor digital.
Penutup
Apakah pola konsumtif di era digital bisa menjadi peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak? Dengan kondisi tax ratio yang stagnan dan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, jawabannya mungkin terletak pada perbaikan sistem perpajakan yang lebih responsif dan komprehensif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *