
Latar Belakang
Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Persatuan Doktor Hukum Pascasarjana Indonesia hingga Advokat Perempuan Indonesia (API), membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Prof Abdul Khoir dari Persatuan Doktor Hukum Pascasarjana RI menjadi sorotan saat mengusulkan agar pasal terkait Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) atau Hakim Komisaris tidak dimasukkan dalam revisi kuhap.
Fakta Penting
Prof Khoir menekankan bahwa prinsip diferensi fungsional antara penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan harus dipertahankan. Menurutnya, menyertakan HPP dalam proses hulu penegakan hukum dapat menyamakan fungsi-fungsi yang seharusnya berbeda. “Kita tidak bisa menyamakan yang beda hanya karena kompromi,” ujar Khoir dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (22/5/2025).
Selain itu, Khoir mengkritik relevansi HPP di era demokrasi saat ini, menyebutkan bahwa konsep ini telah menggantikan praperadilan namun menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dampak
Perdebatan ini menunjukkan adanya ketidaksepakatan di kalangan pakar hukum terkait revisi KUHAP. Peserta RDPU dari berbagai lapisan, termasuk doktor hukum dan advokat perempuan, ikut memberikan masukan yang akan mempengaruhi arah kebijakan hukum di Indonesia.
Penutup
Revisi KUHAP menjadi momentum penting untuk mengevaluasi struktur hukum Indonesia. Namun, perbedaan pendapat antar pakar menimbulkan pertanyaan: apakah HPP tetap relevan dalam sistem penegakan hukum modern? Komisi III DPR dan pihak terkait harus memastikan bahwa perubahan ini tidak hanya berdasarkan kompromi, tetapi juga sesuai dengan prinsip hukum yang kuat.
“`