
Gelombang demonstrasi yang terjadi di Indonesia pada akhir Agustus 2025 menyisakan pesan kuat. Selain teriakan “turunkan DPR” dan kecaman atas tunjangan fantastis para legislator, terselip tuntutan yang sangat rasional: segera sahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset .
Massa tidak lagi hanya menuntut perbaikan gaji dan tunjangan, melainkan menyentuh akar persoalan: korupsi yang dibiarkan tanpa pemulihan aset negara. Sayangnya, aksi yang mulanya damai berubah anarkis. Rumah pejabat dijarah, barang-barang mewah dibawa keluar, bahkan uang tunai dibagi-bagikan dengan simbolik: “ini duit rakyat.”
Secara hukum, penjarahan jelas tindak pidana. Namun dalam konteks politik, publik memparodikan penjarahan itu sebagai bentuk perampasan aset nyata, karena RUU Perampasan Aset sudah satu dekade mandek pengesahannya.