
Dalam kajian pembangunan manusia, ada satu kenyataan yang kerap luput dari perhatian publik: kemiskinan bukan hanya soal kekurangan materi, tapi juga soal terbatasnya kesempatan untuk mengubah nasib.
Data Indonesian Family Life Survey (IFLS) sejak 1993 hingga 2014 menunjukkan 64,46% anak yang lahir di keluarga miskin akan tetap miskin saat dewasa. Ini yang disebut sebagai transmisi kemiskinan antar generasi, sebuah mata rantai tak kasat mata yang terus-menerus membelenggu jutaan keluarga Indonesia.
Sayangnya, angka itu bukan sekadar statistik. Di baliknya, ada cerita anak-anak yang berhenti sekolah karena harus membantu orang tuanya bekerja. Ada siswa yang cerdas tetapi terpaksa putus sekolah karena biaya transportasi dan seragam tak terbeli. Data Susenas 2023 menunjukkan hampir 33% anak SMA sederajat putus sekolah, dan lebih dari 730 ribu lulusan SMP tak melanjutkan pendidikan. Mayoritas alasannya sama: faktor ekonomi.