
Latar Belakang
Pada siang yang panas, 7 Oktober 2025, ruang rapat Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dipenuhi atmosfer gelisah. Sebanyak 18 gubernur dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) datang dengan aspirasi dan protes terkait rencana pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2026. Kegelisahan ini tidak hanya karena angka, tetapi juga dampak nyata pada pelayanan publik dan kemandirian daerah.
Fakta Penting
Selama rapat, gubernur-gubernur aktif menyampaikan kekhawatiran tentang kondisi daerah masing-masing. Namun, rapat yang diharapkan menjadi solusi hanya berujung pada janji evaluasi lebih lanjut dari menteri. Tak ada keputusan konkret yang diambil, meninggalkan masa depan daerah dalam ketidakpastian.
Dampak
Pemotongan dana transfer, meskipun terdengar sebagai isu teknokratis, memiliki dampak sebenarnya yang merusak. Seperti hujan yang berhenti di musim tanam, sawah daerah menjadi kering, panen gagal, dan kehidupan masyarakat terhenti. Kemandirian daerah yang selama ini diperjuangkan kini terancam.
Penutup
Dari Dana ke Daya: Jalan Panjang Kemandirian Daerah menandakan bahwa isu pemotongan TKD bukan hanya masalah anggaran, tetapi juga tentang kemanusiaan dan masa depan Indonesia. Dengan tidak ada keputusan pasti, pertanyaan terbesar tetap terlempar: apakah daerah akan tetap bisa berdiri sendiri?