
Pengadilan Militer baru saja menghukum Sertu Riza Pahlivi selama 10 bulan penjara atas kematian siswa SMP MHS (15). Namun, putusan ini menuai kritik keras dari LBH Medan yang menilainya lebih ringan daripada hukuman untuk pelaku pencurian ayam.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari kematian MHS, yang diduga karena perlakuan brutal oknum TNI. Meskipun tidak ditemukan luka fisik pada tubuh korban, Irvan Saputra dari LBH Medan mengatakan korban sempat merasakan sakit luar biasa sebelum meninggal. Ini menunjukkan bahwa adanya kerusakan yang tidak terlihat pada tubuh korban.
Reaksi LBH Medan
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, mengecam vonis 10 bulan sebagai penghianatan terhadap keadilan. “Hakim telah memperburuk kehancuran sistem keadilan dengan menghukum terdakwa hanya 10 bulan, sementara pencurian ayam bisa dihukum satu hingga dua tahun,” ujarnya. Irvan juga mengutip fakta bahwa beberapa pelaku pencurian ayam menerima hukuman lebih berat daripada kasus kematian ini.
Dampak Sosial
Kritik LBH Medan menunjukkan ketidakpuasan publik terhadap sistem hukuman yang dianggap tidak seimbang. Putusan ini membuka pertanyaan tentang konsistensi hukuman di Indonesia, terutama dalam kasus yang menyangkut koruptor atau pelaku kekerasan.
Penutup
Putusan 10 bulan bagi Sertu Riza Pahlivi menjadi topik kontroversi, dengan LBH Medan menuntut agar vonis ditingkatkan. Kasus ini tidak hanya menyoroti masalah hukuman yang tidak proporsional, tetapi juga menggugah kembali pentingnya keadilan yang berimbang dalam setiap kasus pidana.