
Latar Belakang
Ekonomi sering disebut bukan matematika maupun sihir, melainkan entitas yang berada di ruang abu-abu. Di sini, seharusnya tumbuh Green Democracy—sebuah konsep pertumbuhan yang inklusif, berkelanjutan, dan merambah dari desa ke kota, seperti yang dikemukakan Sultan Bachtiar Najamudin dalam bukunya ‘Green Democracy (2024)’. Namun, pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar 25% dalam APBN 2026 menjadi titik kontroversi yang mengancam arus ekonomi di daerah dan nilai inti Green Democracy.
Fakta Penting
Pemangkasan TKD tidak hanya masalah teknis fiskal, tetapi juga menandakan distorsi pada pergerakan supply uang (M2), yang seharusnya merata sampai ke pelosok negeri. Ini bukan hanya masalah angka, melainkan ancaman terhadap konstitusi dan hakikat demokrasi hijau. Pasar tradisional, sawah, dan pabrik di daerah—yang menjadi arteri utama pertumbuhan—terancam kehilangan denyut ekonomi karena aliran dana terputus.
Dampak Sosial dan Politik
Green Democracy yang inklusif dan berkelanjutan terancam hancur karena kebijakan ini. Pertumbuhan ekonomi yang sehat tidak mungkin terjadi jika aliran uang diputus di arteri terujung. Dengan demikian, kebijakan Menkeu Baru tidak hanya mengubah arah ekonomi, tetapi juga mempengaruhi keseimbangan sosial dan politik negara.
Penutup
Bagaimana mungkin kita bisa menyebut pertumbuhan ekonomi sebagai sehat jika denyutnya terhenti di daerah? Green Democracy, Menkeu Baru, dan arah ekonomi yang baru harus dipertimbangkan secara komprehensif untuk menjaga keseimbangan dan inklusivitas pertumbuhan di Indonesia.